Selasa, 22 Februari 2011

AWAL MULA KASUS KASUS BIBIT – CHANDRA

KPK sedang menangani kasus korupsi PT. Masaro (Anggoro Widjaya), Anggoro dicekal dan berada di Singapura.
Dalam rangka kasus Bank Century, Kabareskrim Susno Duadji (SD) merekomendasikan tentang pencairan dana seorang nasabah Bank Century sebesar US$ 18 juta dan dalam rnagka rekomendasi tersebut terdapat indikasi pemberian dana (suap) Rp. 10 miliar. Pembicaraan antara SD dengan Lucas (pengacara pemilik rekening di atas) disadap oleh KPK karena ada indikasi penyuapan, hal ini tentunya menimbulkan rasa “dendam” SD kepada KPK.
Antasari Azhar (AA) memperoleh informasi bahwa terdapat pemberian uang dari Anggoro Widjaya melalui adiknya Anggodo W kepada para pejabat KPK dalam rangka penyelesaian kasus PT. Masaro. Antasari Azhar pergi ke Singapura menemui Anggoro W untuk mengecek kebenaran pemberian uang tersebut dan pembicaraan dengan Anggoro W direkam oleh AA.
Antasari Azhar membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp. 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK pada 16 Mei 2009. Saat itu Antasari sedang ditahan atas kasus dugaan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen Direktur PT. Putra Rajawali Banjaran.
Antasari kemudian membuat laporan resmi pada tnaggal 6 Juli 2009 mengenai dugaan suap itu di Polda Metro Jaya. Laporan itu kemudian dilimpahkan ke Mabes Polri, lalu dilanjutkan ke penyelidikan dan penyidikan. Dalam proses lidik dan sidik, kata Kapolri, pada tanggal 7 Agustus 2009 diperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh dua tersangka yang melanggar Pasal 21 Ayat 5 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Saat penyidikan, ditemukan keputusan pencekalan dan pencabutan pencekalan yang dilakukan oleh kedua tersangka tidak secara kolektif. Pencekalan terhadap Anggoro Widjaya dilakukan oleh Chandra Hamzah, pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Bibit Samad Riyanto, serta pencabutan pencekalan terhadap Joko Tjandra oleh Chandra Hamzah.
Kemudian dari hasil penyidikan kasus pencekalan terhadap Anggoro Widjaya ditemukan adanya aliran dana dari Anggodo melalui Ari Muladi. Temuan itu kemudian dituangkan dalam laporan polisi (BAP) pada 25 Agustus 2009. Namun ketika Ari Muladi menarik kembali BAP dan menyatakan bahwa uang dari Anggodo untuk menyuap pejabat KPK diserahkan kepada Yulianto yang hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya. Dengan demikian uang tersebut tidak sampai kepada pejabat KPK, sehingga unsur penyuapan tdak terbukti menurut hukum.
Dalam kasus dugaan pemerasan, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan alat bukti lain. Sedangkan sangkaan penyalahgunaan wewenang, penyidik telah memeriksa saksi-saksi serta saksi ahli dan  saksi ditemukan beberapa dokumen. Pasal yang disangkakan adlah Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999.
Menurut polisi, dari alat bukti, keterangan dan saksi ahli didapat empat alat bukti. Lalu pada tanggal 15 September 2009 pukul 23.00 WIB, dua pimpinan KPK nonaktif itu ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Pada 2 Oktober 2009, berkas perkara Chandra Hamzah dikirimkan ke Kejaksaan dan berkas Bibit Samad Riyanto dikirimkan pada tanggal 9 Oktober 2009. Ternyata berkas kasus tersebut berkali-kali bolak balik (dikembalikan) dari Kejaksaan ke Polri karena kurang lengkapnya berkas tersebut.
Kemudian penyidik melakukan penahanan pad atanggal 29 Oktober 2009 dengan alasan mereka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan mengiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
Opini adanya rekayasa penyidikan dengan merajuk pada transkrip rekaman penyadapan pembicaraan Anggodo dengan para pejabat Kepolisian dan Kejaksaan. Padahal dalam rekaman tersebut jelas benar bagaimana pejabat penegak hukum (Ke[olisian dan Kejaksaan) diatur untuk merekayasa kasus Bibit dan Chandra oleh seorang cukong yang bernama Anggodo Widjaya.
Berdasarkan hasil temuan Tim 8 yang dibentuk Presiden SBY ternyata kasus Bibit – Chandra tidak memiliki bukti yang kuat atas semua ttuduhan dan ternyata direkayasa.

KEBIJAKAN DEPONERING KASUS BIBIT – CHANDRA

Kejaksaan Agung mengeluarkan Kebijakan Deponering Kasus Bibit Samad Rianto – Chandra Martha Hamzah. Kebijakan Deponering (mengesampingkan permasalahan demi kepentingan umum) ini dikeluarkan untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam negeri pada saat ini, terutama dalam hal pemberantasan mafia hukum (markus). Selain itu tujuan utama dari Kebijakan Deponering adalah demi menjaga agar tidak terjadi suatu pertikaian atau konflik yang lebih besar dikalangan masyarakat.
Mengenai hal Deponering diatur dan ditentukan dalam Pasal 35 Undang-Undang No. 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan. Syarat pengajuan Deponering harus menjelaskan kalau tindak kejahatan itu ada, dan bukti-buktinya kuat serta alasan hukum jelas. Jika semua syarat-syarat tersebut sudah jelas maka perkara itu bisa dikesampingkan agar tidak dituntut ke pengadilan.
Kewenangan mengesampingkan perkara demi kepentingan umum diberikan oleh Undang-Undang kepada Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang berhubungan dengan masalah tertentu. Dalam hal kasus Bibit – Chandra, Kejaksaan telah meminta pendapat dari DPR, Presiden, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) dan Kepolisian. Sedangkan yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara atau kepentingan masyarakat luas. Perlu juga diketahui bahwa dalam penegakan hukum dikenal Asas Oportunitas yang mengandung pengertian bahwa dalam melakukan penegakan hukum harus mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar yakni kepentingan bangsa dan negara.

TINDAK LANJUT PENANGANAN SKANDAL BAIL OUT BANK CENTURY

Tim Pengawas Century DPR RI menetapkan proses tindak lanjut terhadap kasus Bail Out Bank Century. Hal ini dilakukan karena kasus Bail Out Bank Century telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana, yang didasarkan pada hasil audit BPK ditemukannya indikasi-indikasi penyimpangan dalam kasus Bank Century. Tujuan utama dilakukannya proses penindak lanjutan penanganan kasus Bail Out Bank Century adalah agar kasus tersebut dapat segera terselesaikan dan para nasabah bisa segera memperoleh keadilan. Tidak bisa dipungkiri bahwa publik telah lama menunggu kasus Bank Century terungkap dengan jelas.
Diharapkan agar Tim Pengawas Century dapat saling bersinergi dengan KPK, Polri, BPK dan Kejaksaan dalam proses penyelesaian kasus Bank Century. Perketat dan percepat proses penyelidikan agar tidak menimbulkan dampak atau krisis berkepanjangan dikalangan masyarakat dan diharapkan tidak adanya unsur politisasi dalam penanganan kasus Bank Century.

SEJARAH AWAL KASUS BAIL OUT BANK CENTURY

Awal mula terjadinya kasus Bank Century adalah mengalami kalah kliring pada tanggal 18 November 2008. Kalah kliring adalah suatu terminologi yang dipahami oleh semua masyarakat untuk menggambarkan adanya defisit suatu bank. Sementara kliring itu sendiri adalah pertukaran data keuangan elektronik antar peserta kliring baik atas nama peserta atau klien yang mereka peroleh pada waktu tertentu.
Pada tahun 2005, Bank Indonesia menunjuk Bank abad dan melaporkan Bank Century kepada Bapepam-LK. Tetapi itu tidak pernah ditindak lanjuti oleh Bapepam-LK, dan Bank Century pun masih terus melakukan penjualan reksa dana fiktif. Kemudian pada tahun 2006, Bank Indonesia melaporkan lagi Bank Century kepada Bapepam -LK tentang catatan transaksi penjualan reksa dana dan arus kas di Bank Century.
Setelah 13 November 2008, pelanggan Bank Century tidak dapat mengambil atau melakukan transaksi dalam bentuk devisa, tidak dapat melakukan kliring, bahkan untuk mentransfer pun tidak mampu. Bank hanya dapat melakukan transfer uang ke tabungan. Jadi uang tidak bisa keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua pelanggan Bank Century.
Nasabah merasa dikhianati dan dirugikan karena mereka banyak menyimpan uang di Bank tersebut. Pelanggan mengasumsikan bahwa Bank Century memperjualbelikan produk investasi ilegal. Alasannya adalah investasi yang dipasarkan oleh Bank Century tidak terdapat di Bapepam-LK. Dan manajemen Bank Century pun mengetahui bahwa produk investasi yang mereka jual adalah ilegal. Hal tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century, dan uang para nasabah pun tidak dapat dicairkan.
Kasus Bank Century memiliki dampak yang sangat besar terhadap bank-bank lainnya dan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional. Kasus yang dialami Bank Century tidak hanya berdampak pada perbankan Indonesia, tetapi juga berdampak pada perbankan dunia.
Untuk lebih jelasnya marilah kita mengurai kembali tentang kasus Bank Century dan mengenai siapa saja tokoh-tokoh dibalik kasus ini.
Pemberian bail out atau dana penyertaan oleh pemerintah kepada Bank Century yang membengkak hingga Rp. 6,7 triliun dari smeula hanya Rp. 1,3 triliun terus menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan seru. Bukan hanya di media massa, di kalangan para ahli dan birokrasi pemerintahan, tapi juga di parlemen. Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi XI) DPR RI terus mempersoalkannya.
Natsir Mansyur anggota Komisi XI DPR RI dari partai Golkar mensinyalir tindakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) memberikan dana penyertaan kepada Bank Century merupakan tindakan pidana yang meliputi dua aspek yaitu politik serta hukum. Sudah sangat jelas dinyatakan bahwa Bank Century sebagai bank gagal, tetapi masih saja diberi dana tambahan Rp. 4,9 triliun. Ini sudah jelas merupakan tindakan pidana. Untuk itu, dia mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menonaktifkan Ketua KSSK, karena hanya satu orang yang bisa melakukan hal tersebut, yaitu Presiden.
Namun menurut Menteri Keuangan, keputusan menyelamatkan Bank Century pada tanggal 21 November 2008 itu tidak bisa dinilai berdasarkan kondisi saat ini. Sebab ketika itu kondisi perbankan Indonesia dan dunia mendapat tekanan berat akibat krisis global. Keputusan KSSK saat itu untuk menghindari terjadinya krisis secara berantai pada perbankan yang dampaknya jauh lebih mahal dan lebih dahsyat dari 1988. Sri Mulyani mengatakan bahwa dengan meminimalkan ongkosnya dan dikelola oleh manajemen yang baik maka Bank Century memiliki potensi untuk bisa dijual dengan harga yang baik. Menkeu pun siap dipanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna dimintai keterangan seputar pengambilan kebijakan penyelamatan bank yang memiliki aset sekitar Rp. 10 triliun.
Menkeu menyebutkan hingga Juli 2009 bank hasil penggabungan PT. Bank CIC Internasional, Bank Danpac, dan bank Pikko itu sudah untung sebesar Rp. 139,9 miliar. Bahkan, menurut Bank Indonesia, jika dilihat posisinya sejak Desember 2008 sampai Agustus 2009, ada kenaikan simpanan nasabah sebesar Rp. 1,1 triliun.
Namun, pemberian dana penyertaan bank Century yang sekarang terus dipersoalkan membuat Menkeu cemas lantaran bisa berakibat buruk terhadap bank tersebut. Menurut Sri Mulyani, isu panas atas penyehatan Century yang tak sesuai dengan fakta bukan mustahil bisa menjungkalkan kembali bank ini. Kekhawatiran Menkeu setidaknya mulai terjadi. Sejak Bank Century diributkan, dana pihak ketiga Bank Century turun Rp. 431 miliar, ujar Deputy Gubernur BI Budi Rochadi di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu 16 November 2009.
Selain besarnya dana penyertaan, hal lain yang dipersoalkan kenapa Bank Century tidak ditutup kabarnya ada nasabah besar yang dilindungi. Kabarnya, nasabah besar itu memiliki dana sekitar Rp. 1 triliun hingga Rp. 2 triliun. Harry Azhar, anggota Komisi XI DPR RI, menyebut nasabah besar itu antara lain Budi Sampoerna. Paman Putera Sampoerna, mantan pemilik PT.H.M. Sampoerna itu disinyalir memiliki dana sebesar Rp. 1,8 triliun di Century.
Munculnya Budi Sampoerna turut menyeret Komisaris Jenderal Susno Duadji. Isu tidak sedap merebak di kalangan anggota dewan. Kepala Badan Reserse Kriminal markas Besar Polri itu disebut-sebut dalam proses pencairan dana  Budi Sampoerna. Keterlibatan Susno, seperti ditulis Majalah Tempo, terlihat dari dikeluarkannya surat badan Reserse Kriminal pada tanggal 7 dan 17 April 2009. Surat itu menyatakan dana milik Budi Sampoerna dan 18 juta dolar AS milik PT. Lancar Sampoerna Bestari di Bank Century “sudah tidak ada masalah lagi”.
Selain itu, Susno turut memfasilitasi beberapa pertemuan direksi Century dengan pihak Budi di Bareskrim. Pertemuan itu menghasilkan dua kesepakatan. Salah satunya soal persetujuan pencairan dana senilai 58 juta dolar AS dari total Rp. 2 triliun milik Budi Sampoerna atas nama PT. Lancar Sampoerna Bestari. Kesepakatan lainnya, pencairan dilakukan dalam rupiah. Atas upaya tersebut, Susno dikabarkan dijanjikan oleh Lucas, kuasa hukum Budi Sampoerna, komisi 10 persen dari jumlah uang Budi yang akan cair.
Soal komisi 10 persen itu dibantah Susno. “Boro-boro dapat itu,” ucap Susno. “Ongkos saya ke luar negeri untuk mendapatkan aset-aset Robert Tantular (pemilik Bank Century) saja belum diganti. Bantahan serupa juga dikatakan Lucas. “Maksudnya fee? Tidak ada sama sekali, itu fitnah,” tegas Lucas.
Wakil Presiden Yusuf Kalla menyebutkan ada perkara kriminal di Bank Century sehingga tidak layak diselamatkan. Menurut Wapres, masalah yang dihadapi bank Century bukan lantaran krisis global. Melainkan karena pemiliknya yaitu Robert Tantular merampok dana bank sendiri. “Masalah Bank Century itu bukan masalah karena krisis, tetapi masalah perampokan, kriminal. Karena pengendali bank ini merampok dana bank sendiri dengan segala cara termasuk obligasi bodong,” ujar Wapres Yusuf Kalla.
Karena itu, Wapres Yusuf Kalla lalu memerintahkan polisi menangkap Robert Tantular serta direksi bank Century. Dia khawatir Robert dan direksi Bank Century melarikan diri. “Saat itu juga saya telepon (Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri), Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab ditangkap dalam dua jam,” kata Yusuf Kalla.
Menurut Arif Havas Oegroseno, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian  Internasional Luar Negeri, seperti dimuat majalah Tempo, modusnya yaitu pemilik Bank Century membuat perusahaan atas nama orang lain untuk kelompok mereka. Lantas, mereka mengajukan permohonan kredit. Tanpa prosedur semestinya serta jaminan yang memadai, mereka dengan mudah mendapatkan kredit. “Bahkan ada kredit Rp. 98 miliar yang cair hanya dalam dua jam”, kata Arif. Jaminan mereka, tambahnya, hanya surat berharga yang ternyata bodong.
Robert sendiri sudah divonis penjara empat tahun serta denda Rp. 50 miliar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 10 September 2009. Vonis ini jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni delapan tahun penjara. Karena itu, Kejaksaan Agung langsung mengajukan banding atas putusan tersebut. Alasannya, majelis hakim hanya mengenakan satu dakwaan dari tiga dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum.
Tiga dakwaan tersebut pertama, Robert dianggap menyalahgunakan kewenangan memindahbukukan dan mencairkan dana deposito valas sebesar 18 juta dolar AS tanpa izin sang pemilik dana, Budi Sampoerna. Kedua, mengucurkan kredit kepada PT. Wibowo Wadah Rejeki Rp. 121 miliar dan PT. Accent Investindo Rp. 60 miliar. Pengucuran dana ini diduga tidak sesuai prosedur. Dakwaan yang ketiga adalah melanggar Letter of Commitment dengan tidak mengembalikan surat-surat berharga Bank Century di luar negeri dan menambah modal bank. Perbuatan Robert dan pemegang saham lain berbuntut pada krisis Bank Century yang berujung pada pengucuran dan talangan Rp. 6,7 triliun.
Selain Robert, mantan Direktur Utama Bank Century, Hemanus Hasan Muslim, juga sudah divonis tiga tahun penjara dengan denda Rp. 5 miliar. Sedangkan mantan Direktur Treasur Bank Century Laurence Kusuma divonis tiga tahun penjara dan denda Rp. 5 miliar. Tersangka lainnya adalah Hesman Al Waraq Talaat dan RafatAli Rizvi. Dua pemegang saham Bank Century ini juga dipersangkakan dalam tindak pidana pencucian uang.
Polisi turut menetapkan Dewi Tantular selaku Kepala Divisi Bank Note Bank Century sebagai tersangka. Dewi kini masuk dalam daftar pencarian  orang (DPO). Dua tersangka lainnya adalah Linda Wangsa Dinata, selaku pimpinan KPO Senayan, dan Arga Tirta Kiranah, Kadiv Legal Bank Century. Keduanya kini dalam proses penyidikan.
Kini, pemerintah terus memburu aset Robert Tantular dan pemegang saham lainnya dengan membentuk tim pemburu aset. Tim ini beranggotakan staf Departemen Keuangan, markas Besar Polri, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, serta Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sejauh ini, kata Arif Havas Oegroseno, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Luar Negeri, tim sudah berhasil menelusuri aset itu di 13 yuridiksi. Namun, dia neggan membeberkan secara detail lokasi yuridiksi tersebut. Sebab jika lokasi aset itu dibuka, pemiliknya akan cepat-cepat menggugat banknya, seperti yang terjadi di Hongkong.
Untuk di dalam negeri, jumlah aset yang disita polisi terkait kasus tindak pidana perbankan di Bank Century sebesar Rp. 1,191 miliar. Sementara di luar negeri, polisi berhasil menemukan dan memblokir aset milik Robert Tantular senilai 19,25 juta dolar AS atau setara Rp. 192,5 miliar. Uang sebesar itu antara lain terdapat di USB AG Hongkong senilai 1,8 juta dolar AS, PJK Jersey sejumlah 16,5 juta dolar AS, dan Bristish Virgin Island (Inggris) sebesar 927 ribu dolar AS.
Selain itu polisi juga menemukan dan memblokir aset Hesham Al Warak Talaat serta Rafat Ali Rizvi senilai Rp. 11,64 triliun. Aset itu tersebar di UBS AG Bank sejumlah 3,5 juta dolar AS, Standard Chartered Bank senilai 650 ribu dolar AS dan sejumlah SGD 4.00, di ING Bank sebesar 388 ribu dolar AS.

Welcome

Selamat datang di Blog Dunia Politik

kami hadir ditengah maraknya dunia politik saat ini
sehingga rekan rekan dapat memberikan masukan , kritik dan saran
tentang berkembang nya dunia politik Indonesia.


mari bersama ikut mengawasi, membangun negeri ini agar lebih terbuka dalam berpolitik

salam hangat kami

Team Dunia Politik